Oleh: Nuim Khaiyath
Kata “Sejarah” adalah pinjaman dari bahasa Arab (lihat Al Quran Surah An-Nur (24) ayat ke-35 khusus yang menyebutkan SYAJARATIN – syajarah artinya pohon). Dalam bahasa Arab sejarah disebut “Tarikh”.
Konon kata yang empunya cerita “Sejarah ditulis oleh para pemenang.”
Ungkapan di atas memang ada benarnya, Namun karena sudah begitu sering terjadi, maka diperlukan keberanian untuk meluruskan kembali rekayasa sejarah yang sudah dilakukan. Memang sejarah telah diputar-balik untuk kepentingan agenda dari mereka yang berkuasa.
Namun tidak sedikit manusia yang bersikukuh mempercayai bahwa tata cara pengajaran sejarah di sarana-sarana pendidikan di hampir seluruh dunia sudah tepat dan sesuai kenyataan.
Pada hal, masih banyak “pada halnya”!
Sampai sekarang masih bersimpang siur alasan kenapa bala tantara Inggeris sampai dikerahkan untuk membantu atau menolong Belanda kembali meneruskan penjajahannya di “Hindia Belanda”.
Alhamdulillah dapat kita ucapkan atas keterlibatan Inggeris dalam apa yang disebut oleh Belanda sebagai Aksi Polisi-nya di Indonesia.
Saya masih “ingusan” waktu ke kampung kami, Gang Bengkok, di Medan, muncul beberapa orang serdadu Inggeris berkebangsaan India yang rupanya tertarik ketika mendengar azan yang dikumandangkan dari Masjid Lama (riwayat masjid ini menarik karena dibangun oleh Kapten Cina, Tjong A Fie) di Kampung Gang Bengkok.
Para serdadu Inggeris itu rupanya beragama Islam – saya ingat nama dari dua orang di antara mereka, masing-masing Kamaruzzaman dan Abdul Hamid. Syukur di kampung kami ada orang-orang yang mampu berbahasa Hindi/Urdu dan Inggeris. Selesai salat maghrib kedua serdadu Inggeris itu mendengar bahwa “kebanyakan” orang Indonesia adalah Muslim.
Timbul solidaritas di hati mereka, yang ternyata sempat “dikibuli” bahwa yang harus mereka tumpas dalam Aksi Polisi itu adalah komunis dan non-Muslim lainnya.
Akhirul kalam, mereka kemudian bersama sejumlah serdadu Muslim dari India lainnya, menyeberang ke dan bergabung dengan laskar rakyat (antaranya di Pematang Siantar tidak sampai 200 km dari Medan) dengan membawa senjata mereka.
Yang di atas adalah “sejarah lisan” dari khazanah “ingatan” seorang anak Medan.